![]() |
| Seorang wasit dalam pertandingan sepak bola |
Di suatu pagi, di hari raya pekanan umat
Muslim, yaitu hari jum’at, saya dan teman-teman saya berkumpul di sebuah
lapangan besar di belakang kampus.
Tidak lain dan tidak bukan, kami berkumpul
untuk bertanding sepak bola melawan kelas I’dad Lughawy A (program persiapan
bahasa prakuliah).
Liga kampus tahun ini baru bergulir
kemarin pagi.
Seperti biasa, saya ditunjuk oleh Heru
Fransisco, penyerang handal asal Padang, untuk menjadi goalkeeper alias penjaga gawang.
Sang wasit, Muhajir Ali, yang ditemani dua
hakim garis memberi isyarat tanda kick off dimulai. Akhirnya, pertandingan 2×30
menit itu pun dimulai..
Di sela-sela pertandingan, beberapa teman
kami yang sedang menunggu giliran tampil sedang mengobrol di kiri gawang. Aku
pun ikut nimbrung tanpa basa-basi. Pembicaraannya unik, kami membayangkan
bagaimana
*jika seorang faqih jadi wasit.*
Tidak hanya itu, dia menerapkan pengetahuan
fiqihnya dalam peraturan sepak bola.
Sehingga akan banyak diskusi dan perdebatan
antar pemain maupun wasit dalam berbagai masalah di dalam pertandingan
tersebut.
Obrolan ringan yang dipimpin Hidayatullah,
teman sesama wong kito , dan Irfan Hariyanto, orang Jambi yang merantau ke Jawa
tersebut memberikan saya sedikit inspirasi untuk membuat artikel ini.
Namun saya tidak akan memaparkan perdebatan
panjang yang dibahas ulama fiqih seperti apakah lutut laki-laki adalah aurat,
dan permasalahan polemik lainnya.
Saya hanya akan sedikit menyinggung
pelanggaran-pelanggaran syar’i yang banyak terjadi dalam sebuah pertandingan
sepak bola dengan permisalan-permisalan berupa dialog antar
wasit dan selainnya.
*Jika ustadz jadi wasit,* maka sebelum
pertandingan, sang ustadz memberikan kultum (kuliah terserah antum, bukan
kuliah tujuh menit) di hadapan para pemain dan para suporter kedua kesebelasan,
*Wasit :* “Saudara, semoga Allah senantiasa
menjaga kalian. Izinkan sejenak saya sebagai wasit memberikan sedikit wejangan
kepada kalian. Dekatkanlah selalu diri kalian kepada Allah Yang Maha Tinggi.
*_Jagalah lisan kalian dari saling mencela,
suporter mencela suporter, suporter mencela pemain, pemain mencela pemain,
pemain mencela wasit._*
Karena siapa yang mampu menjaga lisannya,
maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjamin surga baginya.
Subhanallah! Bukankah surga adalah cita-cita kita bersama?”
Para pemain dan para penonton mengangguk
takzim.
*Jika ustadz jadi wasit,* maka ketika
seseorang hendak menyogoknya,
*Wasit :* “Bertakwalah engkau, wahai hamba
Allah! Tidakkah engkau tahu bahwa Rasulullah melaknat orang yang menyuap dan
disuap?! ”
*Fulan :* “Bukankah ini suatu perbuatan
tolong menolong?”
*Wasit :* “Dengarkan! Allah Ta’ala telah
berfirman yang artinya, “Dan tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan takwa,
dan jangan tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kamu kepada
Allah. Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” [QS. Al-Maidah: 2]
*Jika ustadz jadi wasit ,* maka ketika
seorang pemain marah-marah karena gagal mencetak gol,
*Wasit :* “Janganlah engkau marah karena
*marah adalah batu berapi yang dilemparkan setan ke dalam hati manusia.* Orang
yang kuat bukanlah dia yang mampu mengalahkan musuh. Namun orang yang kuat
adalah dia yang mampu menahan marah ketika dia bisa melampiaskannya. Jika
engkau marah, maka berta’awwudz-lah (mengucapkan: *‘Audzubillahi minasy
syaithanir rajiim ). Dan jika suatu hal yang tidak engkau sukai menimpamu, maka
katakanlah, “Qoddarullahu wama sya-a fa-’al* (artinya: Allah sudah mentakdirkan
segala sesuatu dan Dia berbuat menurut apa yang Dia kehendaki).”
*Pemain :* “A’udzubillahi minasy syaithanir
rajiim
(artinya: Aku berlindung kepada Allah dari
godaan setan yang terkutuk) .Terima kasih, wasit. Sekarang hatiku lebih tenang
dan siap untuk mencetak gol!”
*Jika ustadz jadi wasit,* maka ketika
seorang pemain hendak minum,
*Wasit :* “Sebutlah nama Allah untuk
meminta keberkahan kepada-Nya. Minumlah dengan tangan kanan karena setan minum
dengan tangan kiri. Janganlah boros, karena orang yang boros adalah saudara
setan. Hendaklah kamu minum dalam keadaan duduk dan pujilah Allah atas nikmat
yang telah Dia berikan untukmu.”
*Pemain :* “Bismillah. Gluk..gluk..
Alhamdulillah. Thanks, sit. Sekarang dahaga gue udah hilang.Gue akan bermain
lebih semangat lagi.”
Jika ustadz jadi wasit, maka ketika dua
orang pemain bersitegang dan terlibat adu mulut,
*Wasit :* “Tenang, tenang. Janganlah
berkelahi. Bukankah mukmin itu bersaudara? Sudah selayaknya bagi seorang muslim
jika melakukan suatu kesalahan kepada saudaranya untuk meminta maaf. Dan
hendaknya seorang muslim memaafkan kesalahan saudaranya.”
*Pemain A :* “Maafkan saya, kawan. Saya
tadi tidak sengaja menyikutmu.”
*Pemain B :* “Ia, maafkan saya juga. Saya
terbawa emosi sehingga saya menghardikmu.”
*Bejabat tangan lalu berpelukan
*Wasit :* “Indah, bukan? Jika suatu ikatan
dilandasi syari’at Islam yang begitu mulia.”
*Jika ustadz jadi wasit,* maka ketika
seorang pemain ketahuan melakukan diving dengan sengaja,
*Wasit :* “Saudara, janganlah Anda
berpura-pura terjatuh untuk mendapatkan keuntungan bagi tim Anda dan merugikan
tim lawan. Hal itu tidak lain adalah dusta dan itu tercela. Bermainlah secara
sportif, karena itu lebih dekat kepada takwa. Kejujuran adalah jalan menuju
surga sedangkan dusta adalah jalan menuju neraka.”
*Pemain :* “Maafkan saya, sit. Saya
berjanji tidak akan mengulanginya kembali.”
*_Jika ustadz jadi wasit,_* maka ketika
pertandingan telah usai, Priiit, priiit, priiit
Peluit tanda pertandingan telah berakhir
terdengar
Wasit : “Terima kasih kepada kedua tim yang
telah menunjukkan performa terbaik sebagai seorang muslim dalam permainannya
hari ini.
Semoga dengan olahraga ini, fisik kita
semua semakin bugar. Sehingga kita semakin kuat menjalankan perintah-perintah
Allah.
Kepada tim yang kalah, diharapkan pekan
depan menyetor 5 buah hapalan hadis dari kitab Bulughul Maram karya Al-Hafizh
Ibnu Hajar.
Dan agar dosa dan kesalahan yang terjadi di
dalam pertemuan kita kali ini dihapuskan oleh Allah, maka hendaknya kita
membaca doa Kaffaratul Majlis: *_Subhaanakallaahumma Wabihamdika Asyhadu allaa
Ilaaha illa Anta Astaghfiruka wa Atuubu Ilaika.”_*
28 Dzulhijjah 1432 H / 24 November 2011 M
Sebuah pagi menjelang bermain bola
Di penghujung akhir tahun hijriyah
*_Penulis
: Roni Nuryusmansyah_*

Untuk menyisipkan kode pendek, gunakan <i rel="code"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan kode panjang, gunakan <i rel="pre"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan gambar, gunakan <i rel="image"> ... URL GAMBAR ... </i>