![]() |
| Daster |
“Sayang sama istri ga?” Begitu seorang suami ditanya. “Hormat ga sama beliau? Mau ga menjaga beliau? Tidak menyakiti?”
Semua suami insyaaAllah
jawab, “Ya insyaaAllah. Sayang, hormat, peduli, pasti ngejaga, ga mau
nyakitin…”
Nah… untuk menunjukkan rasa sayang, perhatian, peduli, mau ngejaga, menghormati istri, perlukah suami memakai daster istri?
Selain daster, perlu ga
suami ikut memakai pakaian-pakaiannya istri? kalung, cincin, dan gelangnya
istri? Supaya istri tau…
Kita sama tau jawabannya.
Ga perlu suami memakai daster istri untuk menunjukkan bahwa ia sayang, peduli,
mau jaga, perhatian, dan lain-lain.
Ga akan berkurang
yakinnya istri bahwa suaminya sayang, meski ga make daster.
Malah istrinya bingung,
hehehe bila tiba-tiba suami berdaster. Bahkan prihatin, ha ha ha.
Saya tidak bermaksud
nambahin polemik. Sebab buat saya, semua juga hanya pendapat. Bukan di
pemaksaan pendapat. Jadi bukan polemik.
Saya periksa dengan
seksama timeline-timeline saya. Tentang seputar natal, harusnya aman. Ga
men-judge. Bukan menunjukkan superior. Bahkan solutif.
Yakni dengan tulisan
saya, bahwa banyak cara untuk menunjukkan toleransi. Ga meski satu pintu
mengucapkan. Jika mengucapkan, pun banyak cara.
Islam agama yang memudahkan
dan memberi solusi. Kalo sebagai presiden, gubernur, walikota, menag? Pimpinan
perusahaan? tetap banyak cara.
Berulang-ulang saya
meyakinkan diri saya, bahwa wajahnya harus toleran. Ga boleh ga toleran. Cari
cara. Yang aman. Yang ga munculin polemik.
Tapi akhirnya,
timeline-timeline saya alhamdulillaah dianggap intoleran. Tapi gapapa banget.
Namanya kan disangka. Ya gapapa. Toh itu bukan sebenarnya.
Sebagai pejabat negara,
atau pimpinan perusahaan, toh gapapa juga sebagai pejabat dari institusinya.
Sebagai presiden… sebagai menteri agama… gitu. Masih aman.
Sebagai presiden… atas
nama presiden… sebagai gubernur… atas nama gubernur… sebagai menteri agama…
atas nams menteri agama… kami mengucapkan… masih aman. itupuuun…
Itupuuunnn… ada yangg
lebih aman lagi… Apa? Kami mengucapkan… selamat hari raya… Nah… Aman buanget
dah tuh. Ini solutif.
Apalagi saya udah twit
kalem tentang banyak cara. Ajak keluar makan, misalnya, jika kawan Anda yang dari umat lain. Banyak
cara lah.
Satu lagi. Tentang azan
di tengah kebaktian… Ya itu salah satu wujud pake daster. Harusnya ga perlu.
Nanti malah sinkritisme. Terlalu pluralis.
Saat ini, menjadi ahli
pluralis, nampaknya menggoda. Padahal tanpa jadi pluralis, toh saya juga aman
buat kawan-kawan umat lain. Ga bahaya dan ga membahayakan.
Alaa kulli haal, perbedaan harus menjadi ilmu dan wawasan. Bukan kemudian bikin jadi berantem. Sekalian latihan nulis, kemudian bersabar, hehehe.
Ayo kembali senyum…
cintai, sayangi, hormati, jaga, kawan-kawan umat dari agama lain. Jangan
menyakiti. Jangan ganggu. Kita satu Indonesia.
Apalagi sesama umat Islam
sendiri. Makin ga layak ga saling senyum, ga saling mengerti, tentang
pendapat-pendapat yang dipilihnya. Silakan. Senyum lagi yuk…
Salam,
@Yusuf_mansur
Source:
wisatahatiyusufmansur.com

Untuk menyisipkan kode pendek, gunakan <i rel="code"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan kode panjang, gunakan <i rel="pre"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan gambar, gunakan <i rel="image"> ... URL GAMBAR ... </i>