#Stop memperkaya
pengusaha non muslim#
[Penuturan Bapak
Rusman Maamoer, pendiri Swalayan Tip Top]
Saya lahir pada
tahun 1933, di Padang, Sumatera Barat. Alhamdulillah sejak kecil orang tua
mendidik saya dengan ajaran Islam yang ketat. Ayah saya berlatar pedagang.
Sejak saya kecil, ia juga mendidik saya untuk berdagang. Sekaligus mengajarkan
akhlak berdagang.
Suatu saat tanpa
disadari, ayah saya kurang mengembalikan uang pembeli. Tetapi pembeli itu diam
saja dan berlalu. Ayah lalu tersadar, lekas dipanggilnya orang itu. Sewaktu
saya bertanya mengapa dikembalikan sisa uangnya sedangkan orang itu tidak tahu.
Ayah menjawab, Allah Maha Tahu. Sikap demikian akhirnya tertanam dalam hati
nurani saya.
Sewaktu baru
berumur 11 tahun, saya sudah diberinya sejumlah uang. “Kamu mau dagang apa,
terserah,” ujarnya lembut. Setiap pulang “berdagang”, saya melaporkan
pendapatan saya. “Berapa kamu dapat? Bagus,” pujinya. Waktu itu saya
berinisiatif menjual kelapa. Dengan menggunakan gerobak, saya membeli kelapa di
rumah penduduk, dan menjualnya ke pasar dengan jarak tempuh sampai 10 km.
Tapi ayah tetap
mengutamakan pendidikan formal. “Jangan tinggalkan sekolah” itu selalu ia
tekankan. Lulus SMA saya meneruskan studi ke Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia. Setelah lulus, saya bekerja sebagai Direktur BPD. Saya sudah
bertekad, suatu saat harus mandiri. Setelah tujuh tahun bekerja di BPD, saya
menolak diperpanjang masa jabatan. Saya merasa inilah titik awal permulaan
usaha saya. Saya mesti berdiri di atas kaki sendiri.
Maka sejak 1967,
saya mulai menekuni berbagai bidang usaha. Hingga sepuluh tahun kemudian,
sewaktu mencoba bisnis properti kecil-kecilan, saya sadar, usaha itu sudah
tidak bisa lagi saya kembangkan.
Lalu pada tahun
1978, saya memutuskan keliling Eropa, melakukan “studi banding”, apa sih yang
sebaiknya saya kembangkan. Akhirnya saya menemukan, yang pokok diperlukan
manusia itu sandang dan pangan. Ternyata siapa yang bergerak di bidang itu,
asalkan mempraktekkan teori-teori yang benar, dapat berkembang.
Pada tahun 1979,
mulailah saya membuka TIP TOP di Rawamangun, Jakarta. Waktu itu hanya toko kecil,
semacam mini market. Saya memulai dari bawah, dari nol. Luas lantainya hanya
400 M2. Saya juga pergi ke pasar-pasar tradisional membeli bawang, cabai
langsung sama mbok-mbok penjualnya. Ini berlangsung sekitar dua tahun. Bagi
saya ini banyak hikmahnya, saya jadi tahu perputaran arus barang mulai dari
bawah.
Sejak awal saya
sudah mematok mini market itu harus berdasarkan prinsip-prinsip Islami. Bukan
hanya tidak menjual daging babi dan minuman keras, tetapi saya juga selektif
memilih barang. Misalnya daging sapi atau ayam, kalau harganya terlalu murah,
atau tidak jelas memotongnya Islami atau tidak, saya tolak. Bagi saya justru
nmencurigakan kalau harganya terlalu murah, dari mana dapat daging itu? Jadi
barang-barang yang tidak jelas asal usulnya tak mau saya terima. Saya juga
perlu melihat langsung tempat pemotongan hewannya. Saya berusaha memprotect,
agar hanya barang yang halal dan thoyyib saja yang dijual.
Saya juga
mencoba mengikuti bagaimana nabi berdagang, tentunya sepanjang yang saya
ketahui. Nabi Muhammad berdagang sesuai dengan hati nuraninya, tidak mau
menipu, mencelakakan atau menganiaya orang. Ini saya coba terapkan. Bagi saya
kalau sudah cukup untung 2 sampai 3 % jangan mengambil 5 atau 10 %. Setahu saya
prinsip dalam Islam itu, carilah pendapatan secukupnya untuk dirimu. Jadi
walaupun barangnya halal, tapi kalau harganya mahal, bagi saya tidak baik, dan
tidak Islami juga jadinya.
Ternyata dasar
Islami ini mendapat respon positif dari masyarakat. Tip Top mendapat sambutan
di luar dugaan saya. Perkembangannya demikian cepat, bagaikan air bah saja.
Lahan seluas 400 M2 itu tidak mencukupi. Tiap tahun saya harus memperluas,
dengan membongkar bagian rumah saya di samping mini market. Tahun 1985, Tip Top
sudah berubah jadi Pasar Swalayan, dengan luas 3000 M2 dan kenaikan penjualan
20 hingga 30 kali lipat.
Berdasarkan
pemantauan kami, pelanggannya tidak hanya yang tinggal di Rawamangun saja, tapi
meluas hampir di seluruh Jakarta Timur. Saya merasa ini tak lain karena ridlo
Allah. Dengan kesadaran ini, saya semakin takut untuk keluar dari jalur Islami.
Tawaran dari supplier barang yang tidak Islami, misalnya minuman keras,
bukannya tidak ada. Bahkan fasilitasnya mudah dan keuntungannya besar. Saya
tetap menolak semuanya.
Ujian Datang
Hingga
pada Juni 1991, Allah menguji saya. Kebakaran besar tiba-tiba menimpa Tip
Top. Semuanya habis terbakar. Inventaris, stok-stok barang, gedung, ludes
terbakar semuanya. Tak ada lagi yang tersisa. Hingga menjelang shubuh, api yang
mengamuk sejak jam satu malam masih berkobar. Pemadam kebakaran boleh dibilang
minim bantuannya, karena sedang terjadi kebakaran juga di Jatinegara.
Sewaktu melihat
api yang menjilat-jilat itu, saya sempat berfikir, apakah ini hukuman atau
cobaan dari Allah. Bagi saya, kalaupun ini hukuman, saya tetap bersyukur.
Berarti Allah
masih berkenan memperingatkan saya dan masih memberi kesempatan saya
memperbaiki diri. Sewaktu api masih mengganas, saya pulang untuk sholat shubuh.
Setelah sholat, rasanya muncul cahaya, bahwa ternyata itu bukan hukuman. Tapi
cobaan dari Allah. Saya yakin seyakin-yakinnya bahwa pada waktu itu saya
dicoba.
Pagi hari para
karyawan berdatangan. Tak pelak lagi mereka terkejut, sedih, bahkan menangis.
Saya hadapi mereka, saya sampaikan apa yang saya yakini. Bahwa kita sedang
dicoba oleh Allah, apakah mampu atau tidak kita melewatinya. Kalau mampu, kita
akan “naik kelas”. Kalau tidak, malah akan ditutup segala pintu rizki oleh
Allah. Sayapun sudah bertekad, harus bangkit kembali.
Setelah musibah
itu, tanpa saya duga sama sekali, pihak Pemda meminta Tip Top harus berdiri
kembali. Jam sepuluh pagi sesudah kebakaran itu, mereka bilang, ”Kalau perlu
buka saja disini (areal Pemda-red). Kalau pun mau membangun kembali di tempat
lama, apa kesulitannya, kami yang akan urus.” Saya sangat terharu. Rasaya
mereka kok lebih berkepentingan daripada kami.
Wakil Gubernur
saat itu menanyakan, berapa karyawan yang teraniaya akibat kebakaran itu. Saat
itu ada sekitar 200 karyawan yang menggantungkan hidupnya pada Tip Top.
Ternyata ia menyampaikan, mereka akan disantuni Pemerintah DKI. “Kalau soal
ijin dan lainnya, saudara tidak usah khawatirkan. Pemerintah DKI akan berada di
belakang saudara,” ujarnya pada saya. Itu suatu support luar biasa yang sama
sekali tidak saya duga sebelumnya. Tambah kuat keyakinan saya bahwa ini cobaan
dari Allah. Masalah-masalah setelah kebakaran rasanya dimudahkan saja oleh-Nya.
Hal lain yang
juga di luar dugaan saya, adalah mudahnya saya memperoleh pinjaman dalam jumlah
sangat besar buat membangun kembali Tip Top. Pertolongan-pertolongan yang tidak
disangka sama sekali, ternyata saya dapatkan dengan mudah. Saya pikir itulah
kehendak Allah. Sebagai manusia, saya dengan sendirinya sangat terharu dengan
karunia Allah ini.
Sekitar dua
minggu kemudian, Tip Top dibangun kembali. Di areal lama. Bulan September,
separoh dari supermarket sudah dapat dibuka kembali. Saat itu hutang saya
kepada supplier mencapai dua milyar lebih. Tapi, Alhamdulillaah, mereka tetap
percaya kepada kami. Walaupun hutang itu belum bisa dibayar, mereka tetap
mensupli kami dengan barang-barang baru.
Pada Februari
1992, keadaan kembali seperti semula,. Setelah enam bulan sebelumnya kami
bekerja siang dan malam. Dengan sendirinya kami mengalami berbagai pembaharuan.
Bergerak dengan semangat, kemampuan, situasi serta keadaan yang baru. Ternyata
para pelanggan juga tidak meninggalkan kami. Akhirnya, masih pada tahun 1992
itu, semua hutang saya pada supplier sudah bisa terbayar. Suatu hal yamg tak
saya sangka. Saat itu kembali saya disadarkan, kalau Allah berkenan memberi
rizki, dengan mudah saja Ia berikan.
Pada tahun 1992,
seseorang tiba-tiba menawarkan sebidang tanah seluas dua hektar di Bogor.
Awalnya, saya sempat pikir-pikir, apa gunanya. Tapi kembali saya merenung,
barangkali Allah mau menguji saya, mampukah saya mengambil manfaat dari tawaran
tanah itu. Akhirnya tanah itu saya beli. Pada tahun 1993 saya dirikan Panti
Yatim Piatu.
Pada tahun itu
pula saya dapat membuka cabang. Padahal, terus terang, saya juga tidak tahu
dari mana uangnya. Saya juga heran, kok bisa. Padahal baru dua tahun saya
terkena musibah. Agaknya itu yang Allah janjikan, kalau engkau dekat dengan-Ku,
Aku lebih dekat. Ternyata cabang Tip Top itu pesat perkembangannya. Pada tahun
1999 kami membuka cabang di kawasan Tangerang. Di setiap cabang itu, kami tetap
menegakkan prinsip awal, yaitu supermarket berjiwa Islami.
Terhadap
suppiler dan pembeli, sikap jujur tetap saya utamakan. Itu merupakan modal
pokok usaha. Supplier mensuply barang puluhan milyar. Bagaimana mungkin mereka
percaya, kalau saya tidak jujur. Pernah pula datang seorang pembeli yang
mengeluhkan harga barang kami. Menurutnya, ternyata di tempat lain, ada barang
serupa dengan harga lebih murah. Boleh jadi kami tertipu, “tertidur” atau
pedagang lain berusaha men-cut prinsip kami. Setelah kami cek dan benar harga
di sana lebih murah, kami kembalikan selisih harganya kepada pembeli itu.
Kini, kami mulai
mempunyai anak-anak angkat, mereka ingin bergerak di bidang usaha ini tapi
tidak tahu caranya. Mereka kami bimbing, tanpa memperhatikan unsur
komersialnya. Kalau sudah berkembang, kami lepas. Sekarang sudah ada beberapa
yang sudah bisa dilepas. Bahkan sudah membuka cabang-cabang mini marketnya.
Ke depannya,
cita-cita saya, saya sangat ingin membuka supermarket di dekat Masjidil Haram
atau Masjid Nabawi.
Sekali lagi,
saya sangat bersyukur, orang tua menganut Islam yang baik dan mengupayakan saya
demikian juga. Yang saya sayangkan mereka keburu berpulang, dan belum sempat
menikmati hasil kerja keras dan rizki Allah pada saya. Saya belum sempat
menyenangkan mereka. Tapi Allah sudah memutuskan. Saya hanya bisa berdoa,
mudah-mudahkan mereka mendapat tempat layak di sisi-Nya.
Kini, saya
mempunyai generasi penerus, putra-putri saya. Insya Allah usaha ini akan jatuh
ke tangan yang benar. Jangan sampai goyah membawa prinsip Islam dalam
perjalanan selanjutnya. Saya optimis, Insya Allah, usaha-usaha apapun, termasuk
swalayan yang berada dalam koridor Islam, akan dapat berkembang terus.
*Majalah
Tarbawi, pengusahamuslim.com
Mari kita bangun
perekonomian Islam dimulai dari lingkungan terdekat kita.. belilah kebutuhan dan
gunakanlah jasa di tempat2/toko2/warung Muslim terutama yg pemilik & pengelolanya sudah kita kenal (sodara, teman, tetangga,dll). Dengan begitu akan
terjadi perputaran harta/uang dari Muslim ke muslim yg otomatis akan mengangkat
perekonomian Islam.
Untuk menyisipkan kode pendek, gunakan <i rel="code"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan kode panjang, gunakan <i rel="pre"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan gambar, gunakan <i rel="image"> ... URL GAMBAR ... </i>