Menonton video seorang bocah yang 'salah ucap' benar-benar sukses membuat tertawa orang se-Indonesia.
Ya, mungkin tak seorangpun berniat untuk menertawakan, mereka hanya bereaksi atas sebuah 'kelucuan'.
Tapi, kawan, terus-menerus melontarkan gurauan atas kelemahan seseorang tidaklah elegan. Tapi bukankah hal itu terasa lumrah hanya karena terlanjur jadi kebiasaan?
Ya, kupikir inilah saatnya kita jadi lebih 'peka'.
Sampai kapan kita akan mencari 'kesenangan' dengan mengorbankan perasaan orang?
Menurut banyak info, anak itu diduga menyandang 'disleksia'. Apa itu? Silahkan googling sendiri.
Haruskah kita ada posisinya untuk MEMAHAMI bagaimana situasi ini terasa baginya?
Kau tahu, aku sendiri baru bisa mengucapkan huruf R saat usiaku 14 tahun. Sebelum itu, huruf R keluar dari tenggorokanku dan bukannya dari getaran lidah dengan langit-langit mulut, sehingga pengucapan huruf R ku persis seperti R nya orang Jerman atau Perancis dan aku sangat membenci itu.
Hal yang paling menyebalkan di SD dan SMP adalah saat guru menyuruhku untuk membaca di depan. Walaupun aku percaya diri, tertawaan teman-teman tentang caraku mengucapkan huruf R tetaplah jadi mimpi buruk.
Aku masih ingat saat seorang guru menunjukku menjadi perwakilan sekolah untuk lomba pidato dan guru lain mengatakan, "Dia seperti berbicara bahasa Inggris!" saat aku latihan.
Saat di tempat ngaji pun, seorang guru TPQ yang baru malah memarahiku karena aku melafalkan huruf Ro' seperti huruf Kho', padahal ya memang seperti itu aku bisanya.
Aku juga sebisa mungkin menghindari kata yang mengandung huruf R dan mencari padanan kata lainnya saat harus berbicara.
Orang-orang tidak akan memahami kesulitan-kesulitan yang orang cadel hadapi tiap hari.
Gampang saja mereka berkata, "Ayo, berlatihlah. Ini mudah! Anak TK aja bisa tuh, masa kamu nggak."
Beberapa orang memang tidak bisa mengucapkan R bahkan sampai mereka tua, aku juga tidak tahu apa sebabnya.
Saudara-saudaraku sudah fasih ngomong R sejak kecil, sedangkan aku tidak. Percayalah, saat itu bagiku ngomong R lebih susah ketimbang mengerjakan seribu soal bahasa.
Bagi mereka huruf R tidak ada apa-apanya, tapi bagiku, huruf R adalah 'hantu'.
Dulu, setiap kali aku menerima telepon dari orang asing aku selalu takut apakah mereka akan paham semua yang kuucapkan. Setiap aku harus menyapa teman baru di sekolah, aku selalu khawatir kalau-kalau mereka akan menertawakanku seperti yang lainnya. Maklum, di sini anak yang gak bisa ngomong R sedikit sekali jumlahnya, bahkan hampir tidak ada dan itulah yang membuatku selalu merasa "berbeda".
.
Aku jengah dengan ketidakmampuanku untuk sekedar mengucapkan sesuatu sesederhana huruf R.
Aku dulu ingin jadi dokter dan banyak kerabatku membuatku kesal dengan bertanya, "Bagaimana kamu akan menjelaskan pada pasien bahwa ia mengidap kankeR?"
:')
.
Aku sudah mencoba berkali-kali sebelumnya tapi tidak ada satupun dari percobaanku yang berhasil walaupun sudah banyak yang mengajari.
Sampai suatu siang, aku memaksakan diri untuk mengucapkan R dengan bekal keyakinan bahwa jika mereka bisa aku juga pasti bisa walaupun aku tidak tahu caranya.
Dan yak! Entah bagaimana aku bisa mengucapkan kata "drastis" dengan pengucapan R yang terkesan sangat memaksa. Jadi, yang terdengar adalah drrrrastis
:D tapi aku sangat bahagia.
Percobaan selanjutnya adalah kata "rasional" dan ternyata gagal. Ternyata aku hanya bisa mengucapkan R yang diawali huruf D saja.
Tak apalah, pikirku.
.
Ternyata itu adalah awal yang sangat bagus, karena beberapa bulan setelahnya, saat aku hampir berulang tahun ke-15, aku bisa mengucapkan huruf R dengan sempurna.
Aku bersyukur, walaupun sampai sekarang aku masih belum bisa mengucapkan huruf S dengan semestinya.
.
Aku tidak tahu apa yang sekarang membuatku bisa mengucapkan huruf R.
Aku juga tidak tahu apa yang dulu membuatku tidak bisa mengucapkan huruf R.
Mungkin bagimu melafalkan huruf R adalah hal yang sangat biasa. Tidak perlu usaha, kau bisa melafalkannya begitu saja.
Tapi bagiku dan mungkin bagi orang-orang cadel lainnya, huruf R adalah perjuangan tak terbatas waktu untuk menebalkan muka. Menulikan telinga. Harus bisa memompa kepercayaan diri berkali-kali.
Dan jika pada akhirnya aku mampu, percayalah, itu berkah tak terhingga yang akan kusyukuri selamanya.

Untuk menyisipkan kode pendek, gunakan <i rel="code"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan kode panjang, gunakan <i rel="pre"> ... KODE ... </i>
Untuk menyisipkan gambar, gunakan <i rel="image"> ... URL GAMBAR ... </i>